LAPORAN PRATIKUM
DASAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN
Drying
Rombongan
1
Kelompok
2
Penanggung jawab :
Fika Puspita (A1M012001)
Gilang Respati N
(A1M012055)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengawetan makanan dapat dilakukan dengan beberapa
teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun
beragam dengan berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan
adalah suatu upaya untuk menahahan laju pertumbuham mikroorganisme pada
makanan. Teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada beberapa cara, yaitu:
pendinginan, pengeringan, pengalengan, pengemasan, penggunaan bahan kimia,
penggunaan zat aditif (tambahan) dan pemanasan. Proses
pengeringan merupakan proses pangan yang pertama dilakukan untuk mengawetkan
makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada
kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga menurunkan biaya
dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan
penyimpanan, karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga
volume bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan,
pengemasan maupun penyimpanan. Disamping itu banyak bahan pangan yang hanya
dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi, coklat dan beberapa jenis
biji-bijian.
Pengeringan
merupakan salah satu cara pengawetan yang paling tua. Lingkungan primitif melakukan
pengeringan daging dan ikan sebelum catatan sejarah dimulai. Pengeringan
merupakan suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan menggunakan energi panas dengan sengaja biasanya dengan cara
menguapkan air, bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas mikroba dan
kegiatan enzimatis tidak dapat menyebabkan kerusakan yang berarti.
Udara
merupakan medium yang dibutuhkan dalam pengeringan karena udara memberikan
panas pada bahan pangan, menyebabkan air menguap, dan merupakan pengangkut uap
air yang dibebaskan oleh bahan pangan yang dikeringkan atau dapat dikatakan,
udara yang dipanaskan menyediakan panas untuk memenuhi kebutuhan panas sensible
dan panas laten penguapan air
dari bahan. Dari sisi lain udara juga tidak membutuhkan biaya banyak juga mudah
digunakan.
Proses pengeringan merupakan salah satu penanganan
bahan pangan untuk menjaga pengawetan bahan pangan lebih lama. Proses pengeringan pada
dasarnya ditentukan oleh pengaturan suhu yang baik yang merupakan faktor
terpenting dalam pengawetan pangan dan mutu bahan pangan yang dihasilkan. Pada Percobaan yang dilakukan, ada dua cara yang digunakan
yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan dengan menggunakan alat
yaitu Cabinet drier
B.
Tujuan
Tujuan
dari dari pratikum ini yaitu :
1. Mengetahui
lama waktu pengeringan yang
diperlukan pada saat laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun
2. Menentukan
kadar air pada saat laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun
3. Menggambar
kurva laju pengeringan bahan pangan
4. Mengetahui
pengaruh blanching terhadap karakter sensoris bahan segar dan produk ( warna,
tekstur, rasa dan flavor)
5. Mengamati
perbedaan karakter sensoris bahan segar dan produk (warna, tekstur, rasa dan
flavor) yang dikeringkan dengan metode pengeringan yang berbeda
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
Hall (1957) menyatakan proses pengeringan adalah
proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga
dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan
kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan adalah metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar dari suatu bahan dengan cara
menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan dengan kondisi
udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas air (Aw) yang
aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi. Sedangkan
dehidrasi adalah proses pengeluaran atau penghilangan air dari suatu bahan
dengan cara menguapkannya hingga kadar air yang sangat rendah
mendekati nol.
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah
warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning,
baik enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling
sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam asam
amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung
di dalamnya. (Winarno et al., 1993). Beberapa klasifikasi alat
pengering yang dapat digunakan antara lain: pengering tekanan atmosfer dan
pengering vakum. Pada pengeringan tekanan atmosfer panas yang diperlukan untuk penguapan
biasanya ditransfer dengan aliran udara yang disirkulasikan, yang juga
menampung dan membawa air yang diuapkan. Sedangkan dalam pengering vakum bahan
yang dikeringkan harus diletakkan dalam ruang tertutup dan panas untuk
penguapan ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari permukaan yang
panas. Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering diklasifikasikan menjadi
pengering kontinue dan pengering tipe batch. Pengering kabinet atau yang biasa
disebut dengan “tray dryer”dapat dikelompokkan sebagai pengering batch konveksi
udara yang biasanya ditunjukkan untuk operasi kecil
(Wirakartakusumah,et.al,.1992).
Ada
4 metode pengeringan yang
sekarang dilakukan. Semua cara tersebut
telah disesuaikan dengan jenis komoditi dan kemampuan serta teknologi
yang ada.
A. Pengeringan
Langsung atau Penjemuran (Sun Drying).
Penjemuran merupakan
pengeringan alamiah dengan menggunakan sinar matahari langsung sebagai energi
panas. Pengeringan secara penjemuran memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta
waktu yang lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami kerusakan
oleh mikrobia dan lalat karena factor lama penjemuran
Ada 3 macam alat pengering dengan bertenagakan sinar matahari:
a. Tipe
absorpsi dimana produk langsung dipanaskan dengan sinar matahari.
b. Alat
pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontak dengan udara
seperti pada alat dehidrasi konvensional.
c. Alat
pengering dengan system kombinasi kedua tipe diatas.
B. Pengeringan
Buatan (Artificial Drying)
Pengeringan buatan atau sering disebut
pengeringan mekanis merupakan
pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Tinggi rendahnya suhu, kelembaban udara, kecepatan
pengaliran udara dan waktu pengeringan dapat diatur sesuai dengan komoditi yang
dikeringkan. Pengawasan yang tidak
tepat dari factor diatas dapat menyebabkan case
hardening yaitu suatu keadaan dimana bagian permukaan bahan telah sangat
kering sedangkan bagian dalam bahan masih basah. Hal ini terjadi apabila
penguapan air pada pemukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam bahan menuju permukaan.
Jenis
pengeringan pengering buatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a.
Pengeringan
Adiabatik
Merupakan pengeringan
dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas. Udara yang telah
dipanaskan memberi panas pada bahan pangan yang akan dikeringkan. Alat
pengering yang termasuk kelompok ini antara lain;
Ø Pengering cabinet
Pengering ini terdiri dari suatu ruangan
dimana rigen-rigen utuk produk yang dikeringkan dapat diletakkan didalannya.
Didalam pengering yang berukuran besar, rigen-rigen pengering disusun diatas
kereta untuk mempermudah penanganannya; dalam unit yang berukuran kecil,
rigen-rigen pengering dapat disusun diatas suatu penyangga yang tetap didalam
pengering tersebut. Udara dihembuskan dengan menggunakan kipas angin melalui
suatu pemanas dan kemudian menembus rigen-rigen pengering yang berisi bahan.
Pada umumnya pengering ini digunakan untuk penelitian dehidrasi sayuran dan
buah-buahan dalam laboratorium.
Selain pengering cabinet juga ada bed dryer, air lift dryer, maupun vertical
down flow concurrent dryer.
b. Pengeringan isothermik
Merupakan pengeringan
pengeringan yang didasarkan atas adanya kontak langsung antara bahan pangan
dengan lembaran logam yang panas. Pengering yang termasuk kelompokini ialah;
drum dryer, shelf dryer, dan continous vacuum dryer.
C. Pengeringan
Secara Pembekuan (Freeze Drying)
Pada pengeringan ini digunakan prinsip
sublimasi, dimana bahan pangan dibekukan terlebioh dulu dan air dikeluarkan
dari bahan secara sublimasi dalam kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari
bentuk padat menjadi gas atau uap, dan proses ini dilakukan dalam vakum
(tekanan < 4 mmHg). Suhu yang digunakan pada system ini adalah sekitar (-10oC),
sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi maupun mikrobiologis dapat dihindari.
Hal ini menyebabkan hasil mempunyai citarasa tetap dan rehidrasi yang baik.
D. Pengeringan
Secara Osmotik ( Osmotic Dehydration)
Didasarkan atas proses osmosis yang
dapat digunakan untuk memindahkan air dari larutan encer kelarutan yang lebih
pekat melalui lapisan semipermeabel. Proses pemindahan berlangsung sampai terjadi keseimbangan antara larutan
gula dengan bahan yang dikeringkan.
Dari
beberapa cara diatas didasarkan atas biaya, pengeringan matahari lebih
menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu pengeringan dan kualitas,
dehidrasai lebih menguntungkan.
Selanjutnya pengeringan matahari tidak dapat dipraktekkan secara luas,
karena beberapa daerah yang sesuai untuk pemukiman dan mengusahakan pertanian
memiliki kondisi cuaca yang tidak baik (Desrosier, Norman W, 1988).
Menurut Earle (1982), pengeringan bahan pangan
dapat diartikan sebagai proses pemisahan air dari suatu bahan pangan dengan
maksud untuk mengawetkan bahan pangan dalam penyimpanan. Kadar air bahan dalam
proses pengeringan diturunkan sampai kesuatu tingkat yang memungkinkan untuk
dapat menahan atau menghambat pertumbuhan mikroba atau reaksi lainnya. Tujuan
lain dari pengeringan adalah mengurangi volume produk sehingga akan
meningkatkan efisiensi dalam pengangkutan maupun penyimpanan dari produk yang
bersangkutan. Jadi pengeringan bahan pangan adalah merupakan salah satu unit
operasi yang penting dalam proses pengolahan bahan pangan.
Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan padat. Dalam hal ini bahan pangan dikeringkan dalam baki, pada ban berjalan atau pada rak tanpa wadah. Sedangkan spray dryer dan drum dryer hanya bisa digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat pengering adalah pengering tekanan atmosfer dan pengering vakum.
Beberapa tipe pengering digunakan untuk bahan padat. Dalam hal ini bahan pangan dikeringkan dalam baki, pada ban berjalan atau pada rak tanpa wadah. Sedangkan spray dryer dan drum dryer hanya bisa digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk cair. Klasifikasi lain alat pengering adalah pengering tekanan atmosfer dan pengering vakum.
Dalam pengeringan tekanan atmosfer panas yang
diperlukan untuk penguapan biasanya ditransfer dengan aliran udara yang
disirkulasikan, yang juga menampung dan membawa air yang diupkan. Dalam
pengeringan vakum bahan yang dikeringkan harus diletakan dalam ruang tertutup
dan panas untuk penguapan ditransfer dengan cara radiasi atau konduksi dari
permukaan yang panas. Berdasarkan sistem pengumpanan bahan, pengering
diklasifikasikan menjadi pengering kontinyu dan pengering tipe batch.
Karena proses utama dalam pengeringan adalah penguapan air dari bahan pangan, maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi yaitu sifat-sifat bahan pangan yang meliputi interaksi antara bahan tersebut dengan molekul air yang dikandungnya, molekul air di udara sekitarnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat tersebut.
Karena proses utama dalam pengeringan adalah penguapan air dari bahan pangan, maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi yaitu sifat-sifat bahan pangan yang meliputi interaksi antara bahan tersebut dengan molekul air yang dikandungnya, molekul air di udara sekitarnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat tersebut.
Menurut Taib et al.,(1988), dasar proses pengeringan
adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan udara lebih
sedikit atau dengan kata lain udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah,
sehingga terjadi penguapan selama proses pengeringan, energi yang diterima oleh
bahan digunakan untuk menaikkan suhu bahan dan menguapkan sejumlah air dari
bahan.
Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan disebut panas sensible, sedangkan panas yang digunakan untuk menguapkan sejumlah air dari bahan disebut panas laten (Heldman and Singh, 1981). Besarnya panas sensible dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahu besarnya panas spesifik bahan serta besarnya perubahan suhu bahan yang terjadi selama proses pengeringan.
Panas spesifik (Cp) bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Dickerson (1969) yaitu: Cp = 1.675 + 0.025 (kadar air).
Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu bahan disebut panas sensible, sedangkan panas yang digunakan untuk menguapkan sejumlah air dari bahan disebut panas laten (Heldman and Singh, 1981). Besarnya panas sensible dapat dihitung dengan terlebih dahulu mengetahu besarnya panas spesifik bahan serta besarnya perubahan suhu bahan yang terjadi selama proses pengeringan.
Panas spesifik (Cp) bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Dickerson (1969) yaitu: Cp = 1.675 + 0.025 (kadar air).
Beberapa keuntungan dari pemakaian teknologi
pengeringan pada sayur dan buah antara lain: bahan menjadi lebih awet, volume
bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan
dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
pengangkutan, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah.
Sedangkan sisi kerugiannya antara lain: terjadinya perubahan sifat fisis
seperti pengerutan, perubahan warna, kekerasan dan sebagainya. Perubahan
kualitas kimia antara lain : penurunan kandungan vitamin C maupun terjadinya
pencoklatan demikian pula kualitas organoleptisnya (Susanto, 1994). Tujuan
dari pengeringan adalah
1.
Daya simpan
bahan lebih lama karena kadar air dalam bahan relatif lebih rendah sehingga
kerusakan enzim maupun mikroorganisme dapat lebih ditekan.
2.
Dapat dihasilkan
produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi.
3.
Mempermudah
distribusi karena umumnya bahan yang telah dikeringkan mempunyai berat yang
lebih ringan dan bentuk lebih ringkas.
4.
Bahan dapat
lebih awal dipanen.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan
pengeringan dari suatu bahan pangan adalah
1.
Sifat fisik dan
kimia produk (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air).
2.
Pengaturan
geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah
panas (seperti nampan untuk pengeringan).
3.
Sifat-sifat
fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara)
(Tim Penyusun, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Alat
dan Bahan
1. Alat
-
Dandang
-
Loyang
-
KompoR
-
Pisau
-
cabinet dryer
-
cawan
-
oven
-
desikator
2. Bahan
-
Buah nanas
-
Apel
-
Jambu
biji
3.
Perlakuan : Bahan setelah dikupas
sebagian di blanching dan sebagian tanpa blancing. Kemudian masing-masing
perlakuan :
a.
Dikeringkan dengan panas matahari
b.
Dikeringkan dengan cabinet dryer
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Bahan
|
Jenis
perlakuan
|
Waktu
pengeringan (jam)
|
Kadar
air (%)
|
Nanas
|
Blanching,
cabinet (konstan)
|
6
|
23,29
|
(menurun)
|
50
|
10,5
|
|
Blanching,
sun (konstan)
|
7
|
8,50498
|
|
(menurun)
|
50
|
5
|
|
Non blanching, cabinet
(konstan)
|
94
|
28,155
|
|
(menurun)
|
8
|
0,32
|
|
Non
blanching, sun (konstan)
|
8
|
43,41
|
|
|
(menurun)
|
53,5
|
60,15
|
v
Tabel Kadar
Air Nanas Non Blanching
No
|
Jenis perlakuan
|
Lama pengeringan
(jam)
|
Kadar air (%)
|
|
konstan
|
Menurun
|
|||
1
|
Non blanching, Cabinet drying
|
2
|
28,155
|
75,75
|
|
|
4
|
0,255
|
|
|
|
6
|
0,205
|
|
|
|
8
|
0,32
|
|
|
Total
|
|
28,155
|
76,53
|
|
|
|
|
|
2
|
Non blanching, Sun drying
|
2
|
39,8
|
60,15
|
|
|
4
|
1,445
|
|
|
|
6
|
1,04
|
|
|
|
8
|
1,125
|
|
|
Total
|
|
43,41
|
60,15
|
v
Tabel Kadar
Air Nanas Blanching
No
|
Jenis Perlakuan
|
Lama Pengeringan (menit)
|
Kadar air (%)
|
|
konstan
|
Menurun
|
|||
1
|
Blanching, Cabinet drying
|
2
|
22,88
|
10,5
|
|
|
4
|
0,36
|
|
|
|
6
|
0,05
|
|
|
Total
|
|
23,29
|
10,5
|
|
|
|
|
|
2
|
Blanching, sun drying
|
2
|
7,14773
|
5
|
|
|
5
|
1,26859
|
|
|
|
7
|
0,08866
|
|
|
Total
|
|
8,50498
|
5
|
Bahan
|
Perlakuan
|
Metode pengeringan
|
Warna
|
Aroma
|
Rasa
|
Tekstur
|
Nanas
|
Non blanching
|
Sun drying
|
Coklat
kekuningan
|
Harum
|
Agak enak
|
Agak keras
|
Cabinet dryng
|
Coklat
|
Harum
|
Agak enak
|
Agak keras
|
||
Blanching
|
Sun drying
|
Coklat
|
Agak Harum
|
Agak Enak
|
Agak Keras
|
|
Cabinet
drying
|
Coklat kekuningan
|
Agak Harum
|
Enak
|
Agak Keras
|
Tabel
uji sensoris untuk perlakuan nanas
non
blanching, cabinet dryer.
Tabel
uji sensoris untuk perlakuan nanas
non
blanching, cabinet dryer
dengan Panelis
Panelis
|
Warna
|
Aroma
|
Tekstur
|
Rasa
|
1
|
4
|
3
|
1
|
3
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
4
|
3
|
1
|
2
|
4
|
4
|
3
|
2
|
2
|
5
|
4
|
2
|
2
|
1
|
6
|
4
|
4
|
3
|
2
|
7
|
4
|
2
|
2
|
3
|
8
|
4
|
2
|
2
|
3
|
9
|
4
|
3
|
2
|
3
|
10
|
4
|
3
|
2
|
2
|
Jumlah
|
39
|
27
|
19
|
22
|
Rata-rata
|
3,9
|
2,7
|
1,9
|
2,2
|
Keterangan
Warna
1.
Kuning
2.
Kuning
kecoklatan
3.
Cokelat
kekuningan
4.
Cokelat
5.
Sangat
cokelat
Aroma
1.
Tidak
harum
2.
Agak
harum
3.
Harum
4.
Sangat
harum
Rasa
1.
Tidak
enak
2.
Agak
enak
3.
enak
4.
Sangat
enak
Tekstur
1.
Tidak
keras
2.
Agak
keras
3.
keras
4.
Sangat
keras
Bahan
|
Berat Awal bahan + cawan
|
Berat akhir bahan + cawan
|
||
Sun drying
|
Cabinet drying
|
Sun drying
|
Cabinet drying
|
|
Nanas (blanching)
|
42,7151 gram
|
34,71 gram
|
42,5904 gram
|
34,2442 gram
|
Nanas (non blanching)
|
50,239 gram
|
60,22 gram
|
49,3708 gram
|
58,6899 gram
|
Perhitungan
A.
Perlakuan Blanching Cabinet
Drying (Konstan)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
Berat sampel
2
Kadar Air = 23,29%
B.
Perlakuan Blanching Cabinet
Drying (Menurun)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
Berat sampel
2
Kadar Air = 10,5%
C. Perlakuan
Blanching Sun Drying (Constant)
Kadar Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
Berat sampel
1,4662
Kadar Air = 8,5%
D. Perlakuan
Blanching Sun Drying (Menurun)
Kadar
Air = Berat bahan yang hilang selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
Berat sampel
2
Kadar Air = 5%
· Non Blanching
A. Perlakuan
Non Blanching Cabinet Drying (Constant)
Kadar
Air = Berat bahan yang hilang
selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
Berat sampel
2
Kadar
Air = 28,155%
B. Perlakuan
Non Blanching Cabinet Drying (Menurun)
Kadar
Air = Berat bahan yang hilang
selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
2
Kadar Air = 0,32%
C. Perlakuan
Non Blanching Sun Drying (Constant)
Kadar
Air = Berat bahan yang hilang
selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
2
Kadar
Air = 1,125%
D. Perlakuan
Non Blanching Sun Drying (Menurun)
Kadar
Air = Berat bahan yang hilang
selama pemanasan x 100%
Berat
Sampel
2
Kadar
Air = 60,15%
B.
Pembahasan
Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau
penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju
kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah. Pengeringan
adalah metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian aiar dari suatu
bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air kesetimbangan
dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktivitas
air (Aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis, dan kimiawi.
Pada praktikum kali ini, pengeringan dilakukan
dengan dua metode, yaitu pengeringan secara alami dengan menggunakan (sun drying) sinar matahari atau penjemuran dan pengeringan
buatan dengan menggunakan alat pengering cabinet (cabinet drying). Alat ini terdiri dari suatu ruangan dimana
didalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan
dikeringkan. Bahan diletakkan diatas rak yang terbuat dari logam dengan alas
yang berlubang-lubang. Kegunaan lubang-lubang tersebut yaitu untuk mengalirkan
udara panas
dan uap air (Gunarif, 1987). Sample yang
ada di berikan beberapa perlakuan yang berbeda yaitu :
1.
Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian di lakukan
pengeringan dengan metode sun drying.
2.
Nanas di blanching terlebih dahulu kemudian dilakukan
pengeringan dengan cabinet dryer.
3.
Nanas non blanching
terlebih dahulu kemudian dilakukan pengeringan dengan metode sun drying.
4.
Nanas non blanching
terlebih dahulu kemudian dilakukan pengeringan dengan cabinet dryer.
Nanas
blanching yang di keringkan dengan metode sun drying memakan waktu pengeringan
selama 420 menit. Nanas blanching yang di keringkan dengan cabinet dryer
memakan waktu pengeringan selama 360 menit, Nanas
non blanching yang di keringkan dengan
metode sun drying memakan waktu pengeringan selama 420 menit,
Nanas non blanching
yang di keringkan dengan cabinet dryer memakan waktu pengeringan selama 480
menit.
Bahan yang dikeringkan pada praktikum ini
yaitu nenas yang telah di potong tipis. Sebelum dilakukan pengeringan, sebagian
nenas diblancing terlebih dahulu selama 3
menit pada suhu 90° C dan sebagian lagi (yang non blanching) dikeringkan bersama-sama dengan
yang sudah diblanching, sehingga pengamatan dilakukan terhadap buah nenas
dengan empat perlakuan yang berbeda, yaitu sun drying non blancing, sun drying
with blancing, cabinet dryer non blancing dan cabinet dryer with blancing seperti penjelasan
diatas sebelumnya.
Secara umum
dapat di lihat bahwa waktu pengeringan bahan yang di blanching relatif lebih
cepat di banding bahan yang di keringkan tanpa blanching terlebih dahulu. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa warna
buah nenas yang sebelum dikeringkan diblanching terlebih dahulu berwarna cokelat kekuningan sedangkan yang tidak diblanching juga berwarna cokelat.
Hal ini
dibuktikan pada uji sensoris oleh para panelis, Perubahan
sifat sensoris berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada nanas blanching yang di keringkan dengan sun drying, warna
yang di hasilkan coklat, aroma agak harum
seperti nanas, agak enak, tekstur yang dihasilkan agak keras tetapi tidak renyah. Nanas blanching yang di
keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan coklat kekuningan, agak aroma harum seperti nanas, rasa enak , sedikit pahit dan
tekstur yang di hasilkan agak keras.
Pada nanas non blanching
yang di keringkan dengan sun drying, warna yang di hasilkan coklat kekuningan, aroma harum nanas,
rasa agak enak, tekstur yang dihasilkan agak keras. Nanas nonblanching yang di keringkan dengan cabinet dryer,
warna yang di hasilkan lebih coklat dibanding sun drying, aroma harum nanas, rasa agak enak,
dan tekstur yang di hasilkan sedikit keras.
è
Seharusnya nanas Blanching berwarna cerah,
dibanding nanas non blanching, dan biasanya tekstur nanas blanching tidak keras
disbanding nonblanching (terjadi kesalahan praktikan saat blanching)
Blanching harus dilakukan dengan
tepat,
karena apabila tidak tepat maka akan terjadi kerusakan yang terlalu dini
sebelum dikeringkan. Apabila blanching belum mencukupi (under blanching) maka
bahan pangan tersebut akan lebih baik apabila tidak diblanching karena panas
hanya akan merusak jaringan tetapi tidak menginaktifkan enzim yang menyebabkan
bercampurnya enzim dengan substrat. Apabila terjadi over blanching maka akan
terjadi kerusakan pada pigmen warna dan bentuk fisik bahan pangan tersebut,
karena panas terlalu tinggi sehingga jaringan pada bahan akan rusak parah. Mungkin praktikan pada nanas blanching
melakukan kesalahan over blanching, sehingga malahan terjadi kerusakan pigmen
yang seharusnya nanas blanching warna nya lebih cerah, namun yang ada pada
hasil pengamatan nanasnya menjadi berwarna cokelat seperti nanas nonblanching,
untuk sifat sensoris tekstur pada nanas blanching di praktikum ini juga
demikian, kemungkinan over blanching menyebabkan panas terlalu tinggi yang
mengenai bahan menjadikan bahan keras, padahal seharusnya bahan blanching lebih
lunak atau tidak keras.
Yang terjadi pada nanas
nonblanching à Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya menjadi
coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik enzimatik
maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling sering terjadi
adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam asam
amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang terkandung
di dalamnya. (Winarno et al., 1993).
Blancing ini tidak dimaksudkan untuk
preservasi/pengawetan tetapi merupakan pra-treatment yang dilakukan antara
preparasi raw material dan kegiatan-kegiatan selanjutnya, khususnya heat
sterilization, dehydration dan freezing. Blanching
merupakan proses preparasi bahan sebelum bahan kemudian melewati proses
pengolahan lanjutan seperti chilling dan drying. Bahan yang telah di blanching akan mengalami
pengurangan kadar air. Ada
beberapa fungsi blancing antara lain:
1. Untuk destruksi aktivitas enzim dalam buah
sebelum prosesing lebih lanjut.
2. Mengurangi jumlah mikrobia kontaminan pada
makanan.
3. Freezing tidak mengurangi jumlah mikrobia
dalam makanan yang tidak diblanching, dan mikrobia ini dapat tumbuh waktu
thawing sehingga blanching diperlukan.
4. Blanching dapat mengempukkan jaringan sayuran
sehingga dapat membantu filling.
5. Dapat menghilangkan udara-udara dalam ruang
interseluler yang membantu dalam pembentukan vacuum.
6. Merusak jaringan turgiditas sel yang
mengakibatkan jaringan lebih permeable dan proses pengeringan dapat lebih
cepat.
Pada umumnya blanching
tidak menyebabkan terjadinya reaksi karamelisasi dan reaksi mailard. Blanching
juga dapat membuat makanan menjadi lebih cerah karena dengan blancing dapat
menghilangkan udara dan debu pada permukaan sehingga mengubah panjang gelombang
pantulan cahaya, hal ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa nenas yang
dilakukan blanching permukaannya masih tetap halus, sedangkan nanas yang tidak
dilakukan blanching permukaannya menjadi keras/kasar.
Disamping itu, blanching juga dapat mempercepat proses pengeringan karena
enzim-enzim ataupun mikrobia dapat inaktif dengan pemanasan.
Dilihat dari metode yang digunakan bahwa pengeringan dengan metode sun drying memakan
waktu lebih lama di bandingkan dengan cabinet dryer. Metode dengan sun drying
terlihat kurang efektif. Hal tersebut di
sebabkan karena proses pengeringan dengan metode sun drying sangat bergantug
pada kondisi cuaca yang terkadang panas dan kadang hujan.
Beberapa
keburukan metode pengeringan dengan cara penjemuran
a.
Suhu pengeringan dan kelembapan nisbi tidak dapat di
kontrol. Sehingga sering terjadi
keretakan pada bahan (sun cracking).
b.
Memerlukan tempat yang luas.
c.
Kemungkinan terjadinya susut lebih luas karena
gangguan ternak dan burung.
d.
Hanya berlangsung jika ada sinar matahari.
e.
Sering terjadi perubahan warna dan fermentasi pada
bahan.
f.
Pengeringan tidak konstan karena penyinaran matahari
tidak tetap intensitasnya. (Gunarif, 1988)
Dalam
praktikum kali ini, di lakukan pula perhitungan kadar air bahan. Menurut
Gunarif (1988), kadar
air bahan menunjukan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Biasanya kadar air bahan di tentukan
berdasarkan sistem bobot kering. Ini
disebabkan karena perhitungan berdsarkan bobot basah mempunyai kelemahan, yakni
bobot basah bahan selalu berubah – ubah setiap saat.
Berdasarkan
hasil kalkulasi yang telah dilakukan
dengan rumus :
berat sampel
Di dapatkan
jumlah kadar air konstan yang hilang
pada nanas blanching
yang di keringkan dengan sun drying sebanyak 8,50498%, kadar air menurun yg hilang
pada nanas blanching yang dikeringkan dengan sun drying sebanyak 5 % , kadar air konstan pada nanas blanching yang dikeringkan dengan cabinet
drying sebanyak 23,29%, dan kadar air
menurun pada nanas blanching yang dikeringkan dengan cabinet drying sebanyak
10,5%. Kadar air konstan untuk nanas non blanching yang dikeringkan dengan cabinet
drying sebanyak 28,155%, kadar air
menurun untuk nanas non blanching yang dikeringkan dengan cabinet drying
sebanyak 76,53%, kadar air konstan nanas non
blanching yang dikeringkan dengan sun drying sebanyak 43,41%, dan kadar air menurun pada nanas non blanching yang dikeringkan dengan sun
drying sebanyak 60,15%
Pada pengeringan, suhu udara mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam kecepatan perpindahan uap air, oleh karena
suhu ini mengatur tekanan uap jenuh air dan juga suhu ini melengkapi gaya tarik
suhu yangf memindahkan panas untuk menguapkan air. Peningkatan kecepatan dan
suhu udara akan menyebabkan peningkatan peningkatan laju pengeringan seperti
yang diperkirakan oleh persamaan standar. Lebih lanjut lagi, bertambah tinggi
kecepatan udara akan menolong perpindahan uap air daerah bagian atas bahan
padat yang dikeringkan. Suhu dibatasi oleh kemungkinan kerusakan bahan pangan
oleh suhu tinggio, atau oleh ketentuan-ketentuan praktis seperti kemampuan uap
pada tekanan yang pasti ( Earle, R.C.1969 ). Maka dari itu, demi pertimbangan
standar zat gizi pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85 °C ( Suharto,1991 ).
Keseimbangan tekanan uap diatas suatu bahan
pangan ditentukan tidak saja oleh suhu, akan tetapi juga oleh kandungan air
bahan pangan tersebut. Cara air tersebut terikat oleh bahan pangan dan oleh
adanya kandungan yang larut di dalam air. Di bawah pengaruh tekanan uap
tertentu, bahan pangan mempunyai kandungan uap air dalam keadaan keseimbangan
dengan keadaan sekelilingnya dan keseimbangan ini disebut keseimbangan kadar
auai air bahan pangan tersebut. Laju pengeringan akan menurun apabila kandungan
uap air akan menurun, dengan air yang tertinggal akan terikat bertambah kuat
apabila jumlahnya berkurang (Earle, R L. 1969.)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan
ada dua golongan, yaitu:
1.
Faktor
yang berhubungan dengan udara pengering, yaitu suhu, kecepatan volumetric
aliran udara pengering dan kelembaban udara.
2.
Faktor
yang barhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan, yaitu ukuran bahan, kadar
air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan. (Tjahjadi, C., 2011).
Maka dari itu proses pengeringan disebut
sebagai metode pengawetan yang tertua di dunia, karena pengeringan selain
bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan juga untuk mencegah kerusakan pada
bahan pangan yang memiliki kadar air yang cukup tinggi. Sehingga proses
pengeringan sangatlah penting dilakukan dalam proses pengolahan bahan pangan
dan hasil pertanian lainnya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum pengeringan kali
ini sebagai berikut :
1.
Waktu yang
digunakan untuk pengeringan dengan cabinet drying non blanching selama 480 menit sedangkan
cabinet drying dengan blanching selama 360 menit. Akan tetapi untuk
pengeringan alami ( sun drying ), waktu yang diperoleh hampir sama dan tidak terlamapau jauh seperti
cabinet drying, pada nanas non blanching juga butuh 480 menit, sedangkan pada
nanas blanching 420 menit. Waktu pengeringan
bahan yang telah di blanching relatif lebih cepat di banding bahan yang di
keringkan secara non blanching terlebih
dahulu, dikarenakan selama proses steam blanching bahan telah mengalami
pengurangan kadar air.
2.
Kadar air
pada metode Blanching saat laju
pengeringan constan (Sun Drying = 8,5%. Cabinet Drying =23,29) pengeringan
menurun (Sun Drying = 5%. Cabinet Drying =10,5%) Sedangkan kadar air pada metode nonblanching saat laju
pengeringan constan (Sun Drying = 1,125%. Cabinet Drying = 28,155%) pengeringan
menurun (Sun Drying = 60,15%. Cabinet Drying =0,32%)
3.
4.
Perubahan sifat sensoris yang dihasilkan berupa warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada nanas blanching
yang di keringkan dengan sun drying, warna yang di hasilkan coklat, aroma agak harum
seperti nanas, agak enak, tekstur yang dihasilkan agak keras tetapi tidak renyah. Nanas blanching yang di
keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan coklat kekuningan, agak aroma harum seperti nanas, rasa enak , sedikit pahit dan
tekstur yang di hasilkan agak keras.
keras. Pada
nanas non blanching yang di
keringkan dengan sun drying, warna yang di hasilkan coklat kekuningan, aroma harum nanas, rasa agak enak, tekstur yang dihasilkan agak keras. Nanas nonblanching
yang di keringkan dengan cabinet dryer, warna yang di hasilkan lebih coklat
dibanding sun drying, aroma harum nanas, rasa agak enak, dan tekstur yang di hasilkan sedikit
keras.
5.
Dari
hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa warna buah nenas yang sebelum
dikeringkan diblanching terlebih dahulu baik sun drying maupun
cabinet drying berwarna cokelat, sedangkan pada nanas
nonblanching pada sun drying berwarna cokelat kekuningan dan pada cabinet
drying berwarna cokelat. (Padahal blanching tidak menyebabkan terjadinya reaksi
karamelisasi dan reaksi mailard, nanas yang dilakukan blanching permukaannya masih tetap halus, sedangkan
nanas yang tidak dilakukan blanching permukaannya menjadi kasar, sedangkan rasa
dan flavornya tidak banyak berubah hanya rasa dan flavornya bekurang). Namun karena kesalahan saat blanching terjadi
maka nanas blanching tersebut baik dari sun drying maupun cabinet drying
berwarna cokelat dan kasar.
B.
Saran
1. Blanching harus dilakukan dengan tepat, karena
apabila tidak tepat maka akan terjadi kerusakan yang terlalu dini sebelum
dikeringkan, seperti jaringan bahan pangan akan rusak karena penggunaan panas
yang tidak tepat dan tidak menginaktifkan enzim yang menyebabkan bercampurnya
enzim dengan substrat dan apabila terjadi over blanching maka akan terjadi
kerusakan pada pigmen warna dan bentuk fisik bahan pangan tersebut, karena panas
terlalu tinggi sehingga jaringan pada bahan akan rusak parah.
2. Hati-hati pada bahan yang akan ditimbang
khususnya pada saat pemindahan bahan dari desikator ke timbangan elektrik,
karena jika jaraknya terlalu jauh sangat dimungkinkan bahan yang sudah kering
tersebut dapat menyerap air kembali dari udara sehingga hasilnya tidak akurat
lagi.
3.
Penambahan kipas angin pada laboratorium
agar praktikan dan asisten praktikum tidak kegerahan dan nyaman selama proses
praktikum berlangsung
DAFTAR PUSTAKA
Desroiser,
Norman. W. 1988. Teknologi Pengawetan
Pangan. UI Press : Jakarta
Earle, R.L.1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya : Bogor
Hardjosentono, M. 1983. Mesin-Mesin Pertanian. CV.
Vasa Guna, Jakarta.
Pantastico, B. ER. 1986. Fisiologi Pasca Panen.
Terjemahan oleh Kamariyani, Ir. Prof. 1989. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sathu, Suyanti. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Pangan. Bineka Cipta : Jakarta
Susanto, Tri. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
Sularso. 1997. Dasar Perencanaan Dan Pemilihan
Elemen Mesin. PT. Pradnya Paramita, Jakarta
Taib, Gunarif,dkk. 1988. Operasi pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian.
Jakarta: Penerbit Melton Putra
Tim penyusun. 2009. Modul Praktikum Teknik Pengawetan dan Pengolahan
Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian, UNSOED.
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar
Teknologi Pangan.
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan
Dasar-dasar
Pengolahan. Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Wirakartakusumah, A. 1992. Peralatan dan Unit
Proses Industri Pangan. IPB. Bogor
No comments:
Post a Comment