-->

Tuesday, January 14, 2014

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN I GELASI DAN PRESIPITASI PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN I
GELASI DAN PRESIPITASI PROTEIN


Oleh :
FIKA PUSPITA A1M012001

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


GELASI DAN PRESIPITASI PADA PROTEIN
Fika Puspita A1M012001
ABSTRAK
Gelasi adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven sangat seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk, sedangkan Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang parsial. presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik) yang terjadi karean perubahan kimia. Dalam pembentukan gel, transisi dari bentuk asli menjadi bagian yang terdenaturasi merupakan precursor penting terhadap interaksi-interaksi protein. Derajat denaturasi protein yang penting dalam pembentukan gel. Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk mengetahui bagaimana terjadinya proses gelasi dan presipitasi pada protein susu sapi murni yang ditambahkan  CaCl2, asam asetat glacial 10 % dan protease komersial. Erlenmeyer diisi dengan susu sapi lalu dipanaskan pada suhu 70-75o C. Pada erlenmeyer 1 yang berisi susu kemudian ditambahkan CaCl2, Erlenmeyer 2 yang berisi susu kemudian ditambahkan asam asetat, Erlenmeyer 3 yang berisi susu kemudian ditambahkan enzim protease. Dari ketiga perlakuan tersebut selanjutnya dibandingkan secara kualitatif jumlah endapan yang terbentuk dan tingkat kekeruhan dengan (+++++), (+++) dan (+)

Kata kunci : Gelasi dan presipitasi, protein, susu sapi, CaCl2, asam asetat glasial, dan enzim protease.
PENDAHULUAN
Kapasitas pembentukan gel protein pangan Menurut Zayas (1997) adalah atribut fungsional penting dalam pembuatan pangan. Kapasitas pembentukan gel merupakan standar yang umum digunakan untuk mengevaluasi protein bahan pangan. Karakteristik mutu dari banyak pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness ditentukan melalui kapasitas pembentukan gel protein.
Dalam pembentukan gel, transisi dari bentuk asli menjadi bagian yang terdenaturasi merupakan precursor penting terhadap interaksi-interaksi protein. Derajat denaturasi protein yang penting dalam pembentukan gel masih merupakan perdebatan. Jaringan gel dapat terbentuk setelah denaturasi protein parsial dan molekul protein di-fixed-kan dalam bagian terdenaturasi parsial (Zayas, 1997).
Gel dapat bervariasi nyata dalam sifat reologinya seperti kekohesivitasan, kekerasan, kelengketan, dan daya adesif. Gel protein memiliki sifat yang unik yaitu bersifat seperti bahan padat, tapi pada saat yang sama memiliki banyak karakteristik dari cairan. Untuk menghasilkan sifat tekstur tertentu, protein melalui fenomena gelasi protein sering digunakan.
Felix (1988) menyatakan bahwa gelasi protein menyediakan integritas mekanis ke banyak matriks pangan dengan membentuk jaringan molekular yang memberikan sifat-sifat seperti padatan. Gelasi ini dapat mempengaruhi sifat kinestetik, struktural, tekstural, dan reologi. Pada konsentrasi tinggi (20%), sebagian besar dispersi protein menunjukkan fenomena ini; juga konsentrasi rendah atau molekul protein yang merupakan dimensi molekular kecil dengan sedikit kecenderungan untuk interaksi intermolekular, akan mengurangi sifat seperti bahan padat tersebut. Protein kedelai mempunyai banyak sifat fungsional yang sudah dipelajari secara luas. Sifat-sifat fungsional protein tersebut antara lain kemampuan untuk larut, kemudahan terdenaturasi oleh panas, pengemulsian, kemampuan menghasilkan busa, kemampuan membentuk gel, kemampuan menahan air (Water Holding Capacity), sifat reologi, kemampuan membentuk tekstur, dan kemampuan mempengaruhi karakteristik tekstur (Liu et al., 2008).
Zayas (1997), gelasi adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven sangat seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Gel terbentuk ketika sebagian protein unfolded membentuk segmen polipeptida yang berinteraksi pada titik tertentuk untuk membentuk jaringan cross-linked tiga dimensi. Gel dengan stabilitas dan kekuatan yang tinggi dapat terbentuk sebagai hasil dari cross-linking yang memberikan fluiditas, elastisitas dan sifat mengalir dari gel. Pengurangan jumlah cross-links akan menurunkan kekerasan gel.
Pembentukan gel merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, gaya Van der Walls, dan ikatan kovalen disulfida. Penurunan jumlah dari cross-link akan mengurangi kekerasan gel (Zayas, 1997). Ukuran dan bentuk polipteptida dalam matriks gel juga akan mempengaruhi kekuatan dari gel. Gelasi adalah sifat hidrasi, struktural, tekstural dan reologi dari protein. Gel sebagai sesuatu yang mengandung struktur unit terhubung dengan fase liquid di seluruh matriks tiga dimensinya. Kemampuan pembentukan gel dari protein mempengaruhi funsional lainnya seperti daya ikat air dan pengikatan lemak. Sifat protein untuk membentuk gel dan menahan sejumlah gula, flavor, dan bahan pangan lainnya secara signifikan dalam matriks tiga dimensi telah digunakan secara luas dalam proses pangan dan dalam pengembangan produk pangan baru.
Kekuatan gel adalah kriteria yang sering digunakan untuk mengevaluasi protein pangan. Kualitas beberapa bahan pangan terutama tekstur dan mouthfeel ditentukan oleh kapasitas gel protein. Menurut Feri Kusnandar (2010), beberapa factor yang mempengaruhi kapasitas gel protein adalah sebagai berikut :
  1. Konsentrasi protein
Kekuatan gel meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi protein. Konsentrasi protein yang dibutuhkan untuk pembentukan gel tergantung dari kenis-jenis protein. Gelatin dapat membentuk gel dengan konsentrasi yang relative rendah, sedangkan protein globural membutuhkan konsentrasi yang tinggi. 
  1. Nilai pH dan kekuatan ion
Untuk protein dengan presentase asam amino hidrofobik yang besar seperti albumin, pH gel tergantung dari konsentrasi protein. Gel yang terbentuk pada kekuatan ion yang rendah (0,25 M KCl) menunjukkan mikrostruktur yang baik, sedangkan gel yang dibentuk pada kekuatan ion yang besar (0,6 M KCl) menunjukkan mikrostruktur yang kasar.
Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang parsial. presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik) yang terjadi karean perubahan kimia. Seperti halnya denaturasi protein, presipitasi juga disebabkan oleh factor kimia dan fisika. Semua faktor yang terjadi pada denaturasi juga terjadi pada presipitasi protein. Semua faktor yang dapat menimbulkan denaturasi protein, juga dapat menyebabkan perubahan kelarutan protein. Dengan demikian presipitasi protein merupakan fenomena fisika yang disebabkan oleh perubahan struktur kimia. Presipitasi disebabkan oleh pengembangan molekul protein akibat unfolding atau membukanya heliks-heliks protein. Presipitasi juga terjadi akibat terganggunya kesetabilan koloid yang disebabkan oleh menurunnya muatan elektrostatik protein sehingga gaya gravitasi akan lebih dominan dibandingkan gaya tolak-menolak antar molekul. Kesimpulannya adalah presipitasi protein merupakan fenomena berkurangnya kelarutan suatu protein yang disebabkan oleh perubahan struktur kimia.
METODE PRAKTIKUM
BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah susu sapi (fresh milk). Bahan lainnya yaitu CaCl2, asam asetat glasial 10%, dan protease komersial.
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung erlenmeyer 100 ml sebanyak 3 buah. Panic dan kompor untuk pemanasan, thermometer, stopwatch, pH-paper dan pengaduk.
Prinsip dasar praktikum ini yaitu gelasi protein akan berlangsung lebih mudah apabila pada awal proses dilakukan denaturasi parsial terhadap protein (dengan pemanasan 70-75 oC ; 3 menit). Dilanjutkan dengan penambahan asam asetat atau dengan enzim protease komersial. Protein yang terdenaturasi parsial molekul-molekulnya agak membuka (sedikit unfolding) sehingga mudah membentuk ikatan silang tiga dimensi antar molekul.



PROSEDUR
Pada awalnya setiap tabung Erlenmeyer 100 ml diisi dengan 50 ml susu sapi. Selanjutnya, masing-masing tabung dipanaskan dalam dalam panci hingga mencapai suhu 70-75 oC, dan dipertahankan selama 3 menit. Kemudian setiap tabung diberi label untuk mempermudah membedakan antara tabung perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Tabung erlenmeyer 1, dalam kondisi panas, susu ditambah 500 mg CaCl2, diaduk dengan menggunakan pengaduk, lalu didiamkan selama 10 hingga 15 menit.
Tabung erlenmeyer 2, dalam kondisi panas, susu ditambah asam asetat glasial 10 % tetes demi tetes dengan diaduk sampai terbentuk endapan dengan derajat keasaman antara 4,6 – 4,7(dihitung pH-nya), lalu didiamkan selama 10 hingga 15 menit.
Tabung erlenmeyer 3, dalam kondisi panas, susu ditambah enzim protease komersial 500 mg sambil diaduk, lalu didiamkan selama 10 hingga 15 menit.
Selanjutnya tabung erlenmeyer 1, 2, 3 tersebut dibandingkan secara kualitatif jumlah/banyak endapan yang terbentuk (dinyatakan dengan + ; +++ ; dst), juga bandingkan tingkat kekeruhan dari endapan atau gel secara kualitatif (+ ; +++ ; dst).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENGAMATAN
Perlakuan
Jumlah endapan
Tingkat kekeruhan
susu ditambah 500 mg CaCl2
+++++
+
susu ditambah asam asetat glasial 10 %
+++
+++
susu ditambah enzim protease komersial 500 mg
+
+++++

Keterangan :
  • Jumlah endapan
+          : sedikit
+++     : banyak
+++++ : sangat banyak
  • Tingkat kekeruhan
+          : sedikit keruh
+++     : keruh
+++++ : sangat keruh
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel hasil pengamatan didapatkan adanya perbedaaan antara susu yang mendapatkan perlakuan penambahan CaCl2, penambahan asam asetat, dan penambahan enzim protease. Perbedaan yang dimaksud disini adalah pada tingkat kekeruhan dan tingkat terbentuknya endapan yang terjadi pada susu.
Pada Erlenmeyer 1 yang berisi susu dengan penambahan CaCl2, telah didapatkan (+++++ ) pada jumlah endapan, ini berarti endapan yang ada sangat banyak, Pada Erlenmeyer 2 yang berisi susu kemudian ditambahkan asam asetat glasial, terlihat menghasilkan jumlah endapan ( +++ ) yaitu banyak, Sedangkan pada Erlenmeyer 3 yang berisi susu kemudian mendapatkan perlakuan penambahan enzim protease jumlah endapannya ( + ) tidak banyak.
Untuk tingkat kekeruhan, pada erlenmeyer 1 yang susu nya ditambahkan CaCl2 menghasilkan warna yang ( + ) agak keruh, pada erlenmeyer 2 pada susu yang ditambahkan asam asetat glasial ( +++ ) terlihat keruh, sedangkan pada erlenmeyer 3 pada susu yang ditambahkan enzim protease ( +++++ ) bisa dibilang sangat keruh.
Dari tabel tersebut berari membuktikan bahwa jumlah endapan yang semakin banyak menyebabkan tingkat kekeruhan yang semakin sedikit atau agak keruh, dan sebaliknya semakin sedikit jumlah endapan maka tingkat kekeruhan semakin terlihat atau sangat keruh
Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena pengaruh dari CaCl2 sebagai salah satu jenis garam, yang merupakan senyawa ionic, berwarna putih serta terdapat dalam bentuk serpihan. Larutan CaCl2 biasanya digunkan sebagai anti freeze, antidust, dan conditioning agent, yang merupakan hasil sampingan dari proses ammonia soda, kemudian dimurnikan dan dikeringkan.
Pada susu yang diberi CaCl2 seharusnya tidak dijumpai endapan, karena adanya proses koagulasi dengan ion Ca yang masih mungkin terjadi pada suhu 15-65oC. Namun, hal ini tidak dapat terwujud, sehingga justru terjadi pengendapan yang banyak. Pengendapan yang banyak ini diakibatkan karena pemanasan yang dilakukan melebihi suhu 60oC, yaitu pada suhu 70-75 oC. Tingkat kekeruhan, merupakan awal dari terbentuknya endapan pada tabung ini. Susu yang tidak sepenuhnya mengalami pengendapan dapat mengalami kekeruhan dengan tingkat yang sama, yaitu pada tingkat yang banyak.
Daya reaksi dari berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul protein akan bergerak kearah katoda. Sebaliknya dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negative, sehingga molekul protein akan bergerak menuju ke anoda. Pada pH tertentu yang di sebut titik isolistrik (Pi),  muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol. Pengendapan paling cepat terjadi pada titik isolistrik ini. (Winarno,1985)
Protein pada susu sendiri terbagi menajdi dua kelompok utama yaitu casein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin dan protein whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas kira-kira pada suhu 65 ÂșC.
Susu dengan perlakuan berupa penambahan asam asetat menunjukkan timbulnya endapan yang juga banyak (+++) namun tidak sebanyak susu yang ditambahkan CaCl2. Hal ini dikarenakan adanya penambahan asam asetat, partikel kesein berada pada titik isoelektrik pH 4,6-4,7. Pada pH tersebut afinitas partikel terhadap air menurun sehingga akan terjadi pengendapan. Namun, pada perlakuan ini tingkat kekeruhan yang muncul juga (+++) cukup keruh, karena proses pembentukan endapan berlangsung sempurna, sehingga larutan yang tidak mengendap tidak memberikan efek kekeruhan.
Hal lain juga terjadi pada susu dengan penambahan enzim protease. Pada perlakuan ini hasil menunjukkan bahwa endapan yang timbul tidak banyak. Hal ini dikarenakan enzim protease tidak seperti golongan protein lainnya, golongan ini tidak dapat diendapkan dengan pemanasan pada suhu 70-75 oC. Sehingga pada susu dengan penambahan enzim protease tidak mengalami pengendapan. Namun, tingkat kekeruhan menunjukkan hasil yang bertolakbelakang. Hasil perlakuan menunjukkan bahwa susu dengan perlakuan tersebut menghasilkan larutan yang sangat keruh (+++++). Kekeruhan disini dapat terjadi karena protein dalam susu sebenarnya dapat mengalami pengendapan pada suhu pemanasan lebih dari 90oC. dengan suhu perlakuan yang jauh dari 90oC, maka larutan hanya mengalami kekeruhan. Istilah protease sebenarnya dipakai untuk memberi nama hasil hidrolisis protein, tetapi disini untuk menggambarkan bahwa golongan ini merupakan rantai peptide yang lebih sederhana dengan berat molekul yang lebih kecil.( Edwards, R.A, 1978 )
KESIMPULAN
1.     Gelasi adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven sangat seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk, sedangkan Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang parsial. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Biola unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut akan mengalami koagulasi. Apabila ikatan – ikatan antara gugus – gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan mengendap.
  1. Pada Erlenmeyer 1 (susu dengan penambahan CaCl2) didapatkan pengendapan yang sangat banyak dan menghasilkan larutan yang tidak keruh. Pada Erlenmeyer 2 (susu dengan penambahan asam asetat) diperoleh hasil endapan banyak dengan tingkat kekeruhan yang cukup banyak. Pada Erlenmeyer 3 (Susu dengan penambahan enzim protease) hanya sedikit mengalami pembentukan endapan, tetapi dengan tingkat kekeruhan yang sangat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Edwards, R.A. 1978. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Felix F. 1988. Characterization of Proteins. Clifton: The Humana Press Inc.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Liu C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2008. Functional properties of protein isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem 111: 29-37.
Winarno. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zayas JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer link.

No comments:

Post a Comment