LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN I
GELASI DAN PRESIPITASI PROTEIN
Oleh :
FIKA PUSPITA A1M012001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
GELASI DAN PRESIPITASI PADA PROTEIN
Fika Puspita A1M012001
ABSTRAK
Gelasi adalah
fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven
sangat seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk, sedangkan Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena
penggumpalan yang parsial. presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan
protein (perubahan fisik) yang terjadi karean perubahan kimia. Dalam
pembentukan gel, transisi dari bentuk asli menjadi bagian yang terdenaturasi
merupakan precursor penting terhadap interaksi-interaksi protein. Derajat
denaturasi protein yang penting dalam pembentukan gel. Tujuan dari praktikum acara ini adalah untuk
mengetahui bagaimana terjadinya proses gelasi dan presipitasi pada protein susu sapi murni yang ditambahkan CaCl2, asam asetat
glacial 10 % dan protease komersial. Erlenmeyer
diisi dengan susu sapi lalu dipanaskan pada suhu 70-75o C. Pada erlenmeyer 1 yang berisi susu kemudian ditambahkan CaCl2, Erlenmeyer 2 yang
berisi susu kemudian ditambahkan asam asetat, Erlenmeyer 3 yang berisi susu kemudian ditambahkan enzim protease. Dari
ketiga perlakuan tersebut selanjutnya dibandingkan secara kualitatif jumlah
endapan yang terbentuk dan tingkat kekeruhan dengan (+++++), (+++) dan (+)
Kata kunci : Gelasi dan presipitasi, protein, susu sapi, CaCl2, asam asetat glasial, dan enzim protease.
PENDAHULUAN
Kapasitas
pembentukan gel protein pangan Menurut Zayas (1997) adalah atribut fungsional penting
dalam pembuatan pangan. Kapasitas pembentukan gel merupakan standar yang umum
digunakan untuk mengevaluasi protein bahan pangan. Karakteristik mutu dari
banyak pangan, khususnya sifat tekstur dan juiciness ditentukan melalui
kapasitas pembentukan gel protein.
Dalam pembentukan gel, transisi dari bentuk asli
menjadi bagian yang terdenaturasi merupakan precursor penting terhadap
interaksi-interaksi protein. Derajat denaturasi protein yang penting dalam
pembentukan gel masih merupakan perdebatan. Jaringan gel dapat terbentuk setelah
denaturasi protein parsial dan molekul protein di-fixed-kan dalam bagian
terdenaturasi parsial (Zayas, 1997).
Gel dapat bervariasi nyata dalam sifat reologinya
seperti kekohesivitasan, kekerasan, kelengketan, dan daya adesif. Gel protein
memiliki sifat yang unik yaitu bersifat seperti bahan padat, tapi pada saat
yang sama memiliki banyak karakteristik dari cairan. Untuk menghasilkan sifat
tekstur tertentu, protein melalui
fenomena gelasi protein sering
digunakan.
Felix (1988) menyatakan bahwa gelasi protein
menyediakan integritas mekanis ke banyak matriks pangan dengan membentuk
jaringan molekular yang memberikan sifat-sifat seperti padatan. Gelasi ini
dapat mempengaruhi sifat kinestetik, struktural, tekstural, dan reologi. Pada
konsentrasi tinggi (20%), sebagian besar dispersi protein menunjukkan fenomena
ini; juga konsentrasi rendah atau
molekul protein yang merupakan dimensi molekular kecil dengan sedikit
kecenderungan untuk interaksi intermolekular, akan mengurangi sifat seperti
bahan padat tersebut. Protein kedelai mempunyai banyak sifat fungsional yang
sudah dipelajari secara luas. Sifat-sifat fungsional protein tersebut antara
lain kemampuan untuk larut, kemudahan terdenaturasi oleh panas, pengemulsian,
kemampuan menghasilkan busa, kemampuan membentuk gel, kemampuan menahan air (Water
Holding Capacity), sifat reologi, kemampuan membentuk tekstur, dan
kemampuan mempengaruhi karakteristik tekstur (Liu et al., 2008).
Zayas (1997), gelasi adalah fenomena agregasi
protein di mana interaksi polimer-polimer dan polimer-solven sangat seimbang
sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk. Gel terbentuk ketika sebagian
protein unfolded membentuk segmen polipeptida yang berinteraksi pada
titik tertentuk untuk membentuk jaringan cross-linked tiga dimensi. Gel dengan
stabilitas dan kekuatan yang tinggi dapat terbentuk sebagai hasil dari cross-linking
yang memberikan fluiditas, elastisitas dan sifat mengalir dari gel.
Pengurangan jumlah cross-links akan menurunkan kekerasan gel.
Pembentukan gel merupakan hasil dari ikatan
hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, gaya Van der Walls, dan ikatan kovalen
disulfida. Penurunan jumlah dari cross-link akan mengurangi kekerasan
gel (Zayas, 1997). Ukuran
dan bentuk polipteptida dalam matriks gel juga akan mempengaruhi kekuatan dari
gel. Gelasi
adalah sifat hidrasi, struktural, tekstural dan reologi dari protein. Gel sebagai sesuatu yang mengandung
struktur unit terhubung dengan fase liquid di seluruh matriks tiga dimensinya.
Kemampuan pembentukan gel dari protein mempengaruhi funsional lainnya seperti
daya ikat air dan pengikatan lemak. Sifat protein untuk membentuk gel dan menahan
sejumlah gula, flavor, dan bahan pangan lainnya secara signifikan dalam matriks
tiga dimensi telah digunakan secara luas dalam proses pangan dan dalam
pengembangan produk pangan baru.
Kekuatan gel adalah kriteria yang sering digunakan
untuk mengevaluasi protein pangan. Kualitas beberapa bahan pangan terutama
tekstur dan mouthfeel ditentukan oleh
kapasitas gel protein. Menurut Feri Kusnandar (2010), beberapa factor yang
mempengaruhi kapasitas gel protein adalah sebagai berikut :
- Konsentrasi protein
Kekuatan gel meningkat
dengan semakin tingginya konsentrasi protein. Konsentrasi protein yang
dibutuhkan untuk pembentukan gel tergantung dari kenis-jenis protein. Gelatin
dapat membentuk gel dengan konsentrasi yang relative rendah, sedangkan protein
globural membutuhkan konsentrasi yang tinggi.
- Nilai pH dan kekuatan ion
Untuk protein dengan
presentase asam amino hidrofobik yang besar seperti albumin, pH gel tergantung
dari konsentrasi protein. Gel yang terbentuk pada kekuatan ion yang rendah
(0,25 M KCl) menunjukkan mikrostruktur yang baik, sedangkan gel yang dibentuk
pada kekuatan ion yang besar (0,6 M KCl) menunjukkan mikrostruktur yang kasar.
Presipitasi
protein adalah pengendapan yang terjadi karena penggumpalan yang parsial.
presipitasi disebabkan oleh berkurangnya kelarutan protein (perubahan fisik)
yang terjadi karean perubahan kimia. Seperti halnya denaturasi protein,
presipitasi juga disebabkan oleh factor kimia dan fisika. Semua faktor yang
terjadi pada denaturasi juga terjadi pada presipitasi protein. Semua faktor
yang dapat menimbulkan denaturasi protein, juga dapat menyebabkan perubahan
kelarutan protein. Dengan demikian presipitasi protein merupakan fenomena
fisika yang disebabkan oleh perubahan struktur kimia. Presipitasi disebabkan
oleh pengembangan molekul protein akibat unfolding atau membukanya
heliks-heliks protein. Presipitasi juga terjadi akibat terganggunya kesetabilan
koloid yang disebabkan oleh menurunnya muatan elektrostatik protein sehingga
gaya gravitasi akan lebih dominan dibandingkan gaya tolak-menolak antar
molekul. Kesimpulannya adalah presipitasi protein merupakan fenomena
berkurangnya kelarutan suatu protein yang disebabkan oleh perubahan struktur
kimia.
METODE PRAKTIKUM
BAHAN
DAN ALAT
Bahan utama yang
digunakan dalam praktikum ini adalah susu sapi (fresh milk). Bahan lainnya
yaitu CaCl2, asam asetat glasial 10%, dan protease komersial.
Peralatan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah tabung erlenmeyer 100 ml sebanyak 3 buah.
Panic dan kompor untuk pemanasan, thermometer, stopwatch, pH-paper dan pengaduk.
Prinsip dasar
praktikum ini yaitu gelasi protein akan berlangsung lebih mudah apabila pada
awal proses dilakukan denaturasi parsial terhadap protein (dengan pemanasan
70-75 oC ; 3 menit). Dilanjutkan dengan penambahan asam asetat atau
dengan enzim protease komersial. Protein yang terdenaturasi parsial
molekul-molekulnya agak membuka (sedikit unfolding)
sehingga mudah membentuk ikatan silang tiga dimensi antar molekul.
PROSEDUR
Pada awalnya setiap tabung Erlenmeyer 100 ml diisi
dengan 50 ml susu sapi. Selanjutnya, masing-masing tabung dipanaskan dalam
dalam panci hingga mencapai suhu 70-75 oC, dan dipertahankan selama
3 menit. Kemudian setiap tabung diberi label untuk mempermudah membedakan
antara tabung perlakuan satu dengan perlakuan lainnya.
Tabung erlenmeyer 1, dalam kondisi panas, susu ditambah
500 mg CaCl2, diaduk dengan menggunakan pengaduk, lalu didiamkan
selama 10 hingga 15 menit.
Tabung erlenmeyer 2, dalam kondisi panas, susu
ditambah asam asetat glasial 10 % tetes demi tetes dengan diaduk sampai
terbentuk endapan dengan derajat keasaman antara 4,6 – 4,7(dihitung pH-nya),
lalu didiamkan selama 10 hingga 15 menit.
Tabung erlenmeyer 3, dalam kondisi panas, susu
ditambah enzim protease komersial 500 mg sambil diaduk, lalu didiamkan selama
10 hingga 15 menit.
Selanjutnya tabung erlenmeyer 1, 2, 3 tersebut
dibandingkan secara kualitatif jumlah/banyak endapan yang terbentuk (dinyatakan
dengan + ; +++ ; dst), juga bandingkan tingkat kekeruhan dari endapan atau gel
secara kualitatif (+ ; +++ ; dst).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
PENGAMATAN
Perlakuan
|
Jumlah endapan
|
Tingkat kekeruhan
|
susu ditambah 500 mg CaCl2
|
+++++
|
+
|
susu ditambah asam asetat
glasial 10 %
|
+++
|
+++
|
susu ditambah enzim
protease komersial 500 mg
|
+
|
+++++
|
Keterangan :
- Jumlah endapan
+ : sedikit
+++ : banyak
+++++ : sangat banyak
- Tingkat kekeruhan
+ : sedikit keruh
+++ : keruh
+++++ : sangat keruh
PEMBAHASAN
Berdasarkan
tabel hasil pengamatan didapatkan adanya perbedaaan antara susu
yang mendapatkan perlakuan penambahan CaCl2, penambahan asam asetat,
dan penambahan enzim protease. Perbedaan yang dimaksud disini adalah pada
tingkat kekeruhan dan tingkat terbentuknya endapan yang terjadi pada
susu.
Pada
Erlenmeyer 1 yang berisi susu dengan penambahan CaCl2, telah
didapatkan
(+++++ ) pada jumlah endapan, ini berarti endapan yang ada sangat banyak, Pada Erlenmeyer 2 yang berisi susu kemudian ditambahkan asam
asetat glasial, terlihat menghasilkan
jumlah endapan ( +++ ) yaitu banyak, Sedangkan pada Erlenmeyer 3 yang berisi susu kemudian
mendapatkan perlakuan penambahan enzim protease jumlah
endapannya ( + ) tidak banyak.
Untuk tingkat kekeruhan, pada erlenmeyer
1 yang susu nya ditambahkan CaCl2 menghasilkan
warna yang ( + ) agak keruh, pada erlenmeyer 2 pada susu yang ditambahkan asam
asetat glasial ( +++ ) terlihat keruh, sedangkan pada erlenmeyer 3 pada susu
yang ditambahkan enzim protease ( +++++ ) bisa dibilang sangat keruh.
Dari
tabel tersebut berari membuktikan bahwa jumlah endapan yang semakin banyak
menyebabkan tingkat kekeruhan yang semakin sedikit atau agak keruh, dan
sebaliknya semakin sedikit jumlah endapan maka tingkat kekeruhan semakin
terlihat atau sangat keruh
Perbedaan
hasil ini dapat disebabkan karena pengaruh
dari CaCl2 sebagai
salah satu jenis garam, yang merupakan senyawa ionic,
berwarna putih serta terdapat dalam bentuk serpihan. Larutan CaCl2
biasanya digunkan sebagai anti freeze,
antidust, dan conditioning agent,
yang merupakan hasil sampingan dari proses ammonia soda, kemudian dimurnikan
dan dikeringkan.
Pada
susu yang diberi CaCl2 seharusnya tidak dijumpai endapan,
karena adanya proses koagulasi dengan ion Ca
yang masih mungkin terjadi pada suhu 15-65oC. Namun, hal ini tidak
dapat terwujud, sehingga justru terjadi pengendapan yang banyak. Pengendapan
yang banyak ini diakibatkan karena pemanasan yang dilakukan melebihi suhu 60oC,
yaitu pada suhu 70-75 oC. Tingkat kekeruhan, merupakan awal dari
terbentuknya endapan pada tabung ini. Susu yang tidak sepenuhnya mengalami
pengendapan dapat mengalami kekeruhan dengan tingkat yang sama, yaitu pada
tingkat yang banyak.
Daya
reaksi dari berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama,
tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam larutan asam
(pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein
bermuatan positif. Bila pada kondisi ini dilakukan elektrolisis, molekul
protein akan bergerak kearah katoda. Sebaliknya dalam larutan basa (pH tinggi)
molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negative, sehingga
molekul protein akan bergerak menuju ke anoda. Pada pH tertentu yang di sebut
titik isolistrik (Pi), muatan gugus
amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan
nol. Pengendapan paling cepat terjadi pada titik isolistrik ini. (Winarno,1985)
Protein
pada susu sendiri terbagi menajdi dua kelompok utama yaitu casein yang dapat
diendapkan oleh asam dan enzim rennin dan protein whey yang dapat mengalami
denaturasi oleh panas kira-kira pada suhu 65 ÂșC.
Susu dengan perlakuan berupa penambahan asam asetat menunjukkan
timbulnya endapan yang juga banyak (+++) namun tidak sebanyak susu yang
ditambahkan CaCl2.
Hal ini dikarenakan
adanya penambahan asam asetat,
partikel kesein berada pada titik isoelektrik pH 4,6-4,7. Pada pH tersebut
afinitas partikel terhadap air menurun sehingga akan terjadi pengendapan. Namun,
pada perlakuan ini tingkat kekeruhan yang muncul juga (+++) cukup keruh, karena
proses pembentukan endapan berlangsung sempurna, sehingga larutan yang tidak
mengendap tidak memberikan efek kekeruhan.
Hal lain juga terjadi pada susu dengan
penambahan enzim protease. Pada perlakuan ini hasil menunjukkan bahwa endapan
yang timbul tidak banyak. Hal ini dikarenakan enzim protease tidak seperti golongan
protein lainnya, golongan ini tidak dapat diendapkan
dengan pemanasan pada suhu 70-75 oC. Sehingga pada susu dengan
penambahan enzim protease tidak mengalami pengendapan.
Namun, tingkat kekeruhan menunjukkan hasil yang bertolakbelakang. Hasil
perlakuan menunjukkan bahwa susu dengan perlakuan tersebut menghasilkan larutan
yang sangat keruh (+++++). Kekeruhan disini dapat terjadi
karena protein dalam susu sebenarnya dapat mengalami pengendapan pada suhu
pemanasan lebih dari 90oC. dengan suhu perlakuan yang jauh dari 90oC,
maka larutan hanya mengalami kekeruhan. Istilah protease sebenarnya dipakai untuk memberi nama
hasil hidrolisis protein, tetapi disini untuk menggambarkan bahwa golongan ini
merupakan rantai peptide yang lebih sederhana dengan berat molekul yang lebih
kecil.( Edwards, R.A, 1978 )
KESIMPULAN
1.
Gelasi
adalah fenomena agregasi protein di mana interaksi polimer-polimer dan
polimer-solven sangat seimbang sehingga jaringan atau matriks tersier terbentuk, sedangkan Presipitasi protein adalah pengendapan yang terjadi karena
penggumpalan yang parsial. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang
terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida.
Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau
berdekatan. Biola unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein
tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut akan
mengalami koagulasi. Apabila ikatan – ikatan antara gugus –
gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel.
Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan
mengendap.
- Pada Erlenmeyer 1 (susu
dengan penambahan CaCl2) didapatkan pengendapan yang sangat banyak dan menghasilkan
larutan yang tidak keruh. Pada Erlenmeyer 2 (susu dengan penambahan asam
asetat) diperoleh hasil endapan banyak dengan tingkat kekeruhan yang cukup
banyak. Pada Erlenmeyer 3 (Susu
dengan penambahan enzim protease) hanya sedikit mengalami
pembentukan endapan, tetapi dengan tingkat
kekeruhan yang sangat tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Edwards, R.A. 1978. Ilmu
Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Felix
F. 1988. Characterization of Proteins. Clifton: The Humana Press Inc.
Kusnandar, Feri. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Liu
C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2008. Functional properties of protein
isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem 111: 29-37.
Winarno. 1982. Kimia
Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zayas
JF. 1997. Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer link.
No comments:
Post a Comment