LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI BUAH DAN SAYUR
ACARA III
PEMBUATAN SAUERKRAUT
KELOMPOK 1
PENANGGUNG JAWAB:
FIKA PUSPITA (A1M012001)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam nabati, salah satunya adalah
sayuran. Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan
yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau setelah
diolah secara minimal. Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung
ketahanan pangan nasional. Produksi sayuran Indonesia meningkat setiap tahun
dan konsumsinya tercatat 44 kg/kapita/tahun (Adiyoga, 1999). Sayuran, terutama
yang berdaun hijau, merupakan salah satu bahan pangan yang baik karena
mengandung vitamin dan mineral, antara lain vitamin C, provitamin A, zat besi,
dan kalsium. Sayuran termasuk bahan pangan yang banyak mengandung zat gizi dan bermanfat
bagi manusia. Selain itu, sayuran merupakan penyumbang serat terbesar bagi tubuh.
Serat makanan tersebut berguna untuk kelancaran fungsi pencernan dan metabolisme
dalam tubuh (Hambali et al., 2005).
Sayuran memiliki
sifat cepat layu dan busuk akibat kurang cermatnya penanganan lepas panen. Sayuran
adalah substrat yang sangat disukai oleh mikrobia, baik yeast, fungi
maupun bakteri. Tetapi, mikrobia yang pertumbuhannya di sayuran paling cepat
adalah bakteri asam laktat (BAL). Fermentasi asam laktat pada sayuran
melibatkan sejumlah spesies BAL. Sayuran ini diolah dengan cara menggunakan
garam sebagi zat pengawetnya. Oleh sebab itu untuk mengawetkan sekaligus
meningkatkan nilai tambah, seringkali dibuat dengan fermentasi. Proses
fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan antara
lain : proses fermentasi dapat dilakukan pada kondi si pH dan suhu normal
sehingga tetap mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan
organoleptik produk pangan, karakteristik flavor dan aroma produk
yang dihasilkan bersifat khas tidak dapat diproduksi dengan teknik / metoda
pengolahan lainnya, memerlukan konsumsi energi
yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal, modal
dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah, dan teknologi
fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.
Sauerkraut merupakan
salah satu metode pengolahan sayuran dengan cara fermentasi/ peragian dan
menggunakan garam sebagi zat pengawetnya. Proses pembuatan sauerkraut
sebenarnya tidak begitu jauh berbeda dengan sayur asin, hanya saja sayurannya setelah
layu diiris tipis-tipis. Terjadi proses fermentasi spontan dalam pengolahan
sauerkraut ini, dan banyak faktor yang dapat mempengaruhi gagal atau
berhasilnya pembuatan sauerkraut. Oleh sebab itu, praktikum ini dilaksanakan
untuk mengetahui cara pembuatan sauerkraut yang baik dan benar serta mengetahui
pengaruh beberapa konsentrasi penambahan garam pada sauerkraut.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui cara
pembuatan sauerkraut
2. Mempelajari pengaruh konsentrasi garam terhadap
mutu sensori sauerkraut
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Sauerkraut
Sauerkraut adalah hasil
fermentasi kubis yang diambil larutan atau ekstraknya (Buckle et al., I987). Sauerkraut
(kubis/kol asam) merupakan makanan khas Jerman dari kubis yang diiris
halus dan difermentasi oleh
berbagai bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus.
Sayuran ini diolah dengan cara peragian dan menggunakan garam sebagi zat
pengawetnya. Sama dengan produk sayur asin lainnya, sauerkraut merupakan
sayuran yang telah diberi asam, akan tetapi asamnya diperoleh dari proses fermentasi
sakarida (gula) yang terdapat dalam bahan baku oleh bakteri asam laktat. Asam
yang dihasilkan berkisar pada rentang 1,5 ± 2,0 % pada akhir fermentasi dan di
identifikasi berupa asam laktat. Pembuatan sauerkraut yaitu dengan cara memotong-motong
limbah pasar sayur kemudian ditambahkan garam. Pelunakan pada sauerkraut
berawal dari kerusakan flavour karena penyebab kerusakan yaitu khamir dan
kapang masuk ke dalam seluruh bagian sauerkraut sehingga menjadi lunak. Di
Jerman, sauerkraut dengan rasanya yang asam-asam segar disajikan dengan hidangan
utama berupa sosis bratwurst atau roti. Berikut ini adalah beberapa sayuran
yang bisa diolah menjadi sauerkraut, diantaranya adalah :
A.
Kubis
Kubis termasuk spesies Brassica
olaracea, famili Cruciferae (Pracaya, 1987) (Utama, 2009). Tanaman kubis
berasal dari Eropa dan Asia kecil, terutama tumbuh di daerah Great Britain dan
Mediteranean. Asal usul tanaman kubis dibudidaya berawal dari kubis Iiar yang
tumbuh di sepanjang pantai laut tengah, Inggris, Denmark dan sebelah utara
Perancis barat serta pantai Glamorgan (Rukmana, 1994). Kubis termasuk tanaman
sayuran semusim yang dipanen sekaligus, yaitu tanaman sumber vitamin, garam
mineral dan lain-lain yang dikonsumsi dari bagian tamanan yang berupa daun yang
berumur kurang dari 1 tahun dan pemanenannya dilakukan sekali kemudian
dibongkar untuk diganti dengan tanaman baru (BPS, 2000).
Kubis dapat tumbuh pada semua
jenis tanah, sangat toleran pada tanah lempung berat dan tanggap baik terhadap
kapur (Williams et al., 1993) Kubis mengandung vitamin dan mineral yang tinggi.
Kandungan dan komposisi gizi kubis tiap 100 g bahan segar sebagai berikut:
kalori 25 kal; protein 1,7 g; lemak 0,2 g; karbohidrat 5,3 g; kalsium 64 mg;
phospor 26 mg1' Fe 0,7 mg; Na 8 g niacin 0,3 mg; serat 0,9 g; abu 0,7 g;
vitamin A 75 Sl; vitamin Bl 0,1 mg; Vitamin C 62 mg dan av 9l-93% (Direktorat
GiziDepkes RI, 1981). Oleh karena kandungannya yang banyak bermanfaat di tubuh
manusia, kubis banyak di olah dan salah satu nya sebagai sayuran fermentasi
sauerkraut.
B.
Wortel
Wortel merupakan sayuran bergizi
dan dikenal luas untuk berbagai obat (Sharma, 2006). Wortel juga adalah
tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga atau putih dengan
tekstur serupa kayu. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi
atau akarnya. Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan) yang
menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut berbunga pada
tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m, dengan bunga berwarna
putih. Wortel (Daucus carota L) mempunyai kandungan gizi yang diperlukan tubuh terutama
sebagai sumber pro-vitamin A atau beta karoten. Kandungan pro-vitamin A yang
terdapat pada wortel adalah 12.00 SI atau 7125 µg (1 SI = 0,6 µg beta karoten).
Pro-vitamin A merupakan senyawa kimia pembentuk vitamin A yang sangat
diperlukan untuk penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan serta mempertahankan
jaringan epitel dalam keadan sehat. (Ali et al., 203). Namun, wortel memiliki
laju respirasi yang cukup cepat, sehingga mudah rusak. Sehingga harus ada
penanganan untuk memperpanjang umur simpannya salah satu nya dengan pengolahan.
C.
Sawi
Sawi merupakan sayuran daun yang
cukup penting di Indonesia dan tercatat sebagai komoditas penting dalam ekspor-impor sayuran. Sawi atau caisin (Brassica sinensis L.)
termasuk famili Brassicaceae, daunnya panjang, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Selain itu
sawi juga merupakan tanaman sayuran yang banyak di tanam pada dataran rendah
maupun dataran tinggi di Indonesia. Di dataran rendah Kalimantan Selatan,
petani menanam sawi atas pertimbangan antara lain karena biaya produksi lebih
rendah jika dibandingkan dengan tanaman kubis, berumur pendek sehingga nilai
pengambilan cepat dan resiko kegagalan
produksi lebih kecil, banyak dikonsumsi masyarakat serta nilai jualnya cukup
menguntungkan (Ilhamiyah et al., 2008).
Tanaman sawi terdiri dari dua
jenis yaitu sawi putih dan sawi hijau . Sawi hijau merupakan salah satu sayuran
yang kaya vitamin, mulai dari vitamin K, vitamin A, vitamin C dan vitamin E ada
dalam sawi hijau (Edi dan Yusri,2010). Gula yang terkandung dalam sayur sawi
terdiri dari 85% glukosa dan15% fruktosa. Komposisi zat gizi termasuk gula
dalam sawi / kol bervariasi tergantung pada varietas dan kondisi lokasi penanaman
(Frazier dan Westhoff. 1988).
D.
Lobak
Lobak (Raphanus sativus) telah
diakui sebagai salah satu obat
tradisional yang mempunyai berbagai khasiat, karena kandungannya terdapat raphanin. Adanya
raphanin dalam bentuk protease murni, merupakan kandungan utama lobak diketahui mempunyai efek sebagai antibakteri dan antioksidan (Glasby, 1992; Fahey
dan Talalay, 1999). Selain itu, umbi lobak mengandung 0,82% asam askorbik,
1-18,6% abu, 0,86% kalsium, 3,6-75,7% karbohidrat,
18,7% lemak, 0,5-17,6% serat, 25,6% asam glutamat, 0,56% asam linolenik, 3,9%
nitrogen, 0,009% asam osalik, 0,6% posfor, 0,14% fitosterol, 8,6% potasium, 18,2% protein, 0,6% sulfur dan 92,6-94,5% air (Dalimunte, 1999; Nakamura et
al, 2001).
III.
METODE
A.
Alat dan Bahan
Alat :
-
Pisau
-
Baskom
-
Timbangan
-
Plastik
-
PH Meter
-
Solasi
Bahan
-
Kubis
-
Sawi
-
Lobak
-
Wortel
-
Garam
-
Air
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
Parameter Tekstur
Panelis
|
Tekstur 1
|
Tekstur 2
|
Tekstur 3
|
1
|
4
|
4
|
4
|
2
|
3
|
4
|
4
|
3
|
3
|
4
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
5
|
3
|
4
|
4
|
6
|
4
|
4
|
4
|
7
|
4
|
5
|
4
|
8
|
4
|
4
|
4
|
9
|
4
|
4
|
4
|
10
|
4
|
4
|
4
|
11
|
4
|
4
|
4
|
12
|
3
|
4
|
4
|
13
|
4
|
4
|
5
|
14
|
4
|
4
|
5
|
15
|
4
|
4
|
5
|
Jumlah
|
55
|
61
|
63
|
Rata-rata
|
3,66667
|
4,06667
|
4,2
|
Parameter Tekstur
|
||
1
|
Tidak Renyah
|
|
2
|
Sedikit Renyah
|
|
3
|
Agak Renyah
|
|
4
|
Renyah
|
|
5
|
Sangat Renyah
|
Keterangan :
Tekstur 1. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 1,5%
Tekstur 2. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 2%
Tekstur 3. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 3%
Pembahasan Parameter Tekstur.
Dari hasil pengamatan yang didapat dari 15 panelis
bisa dilihat bahwa Tekstur yang paling
bagus ada pada sauerkraut kubis dengan konsentrasi garam 3% (Tekstur 3) dengan
jumlah 63 dan rata-rata 4,2 yang menandakan bahwa sauerkraut tersebut memiliki
tekstur Renyah. Dalam hal ini berarti pengaruh penambahan konsentrasi garam sangat berpengaruh pada
tekstur sauerkraut yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka
tekstur sauerkraut kubis akan semakin renyah dan baik. Konsistensi yang
dihasilkan sauerkraut sesuai dengan karakteristik keberhasilan pembuatan
sauerkraut yaitu renyah.
B.
Hasil Pengamatan
Parameter Flavor
Panelis
|
Flavor 1
|
Flavor 2
|
Flavor 3
|
1
|
2
|
2
|
3
|
2
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
4
|
3
|
4
|
3
|
4
|
3
|
5
|
3
|
3
|
4
|
6
|
3
|
3
|
3
|
7
|
3
|
3
|
3
|
8
|
3
|
4
|
2
|
9
|
4
|
3
|
3
|
10
|
3
|
4
|
2
|
11
|
3
|
4
|
3
|
12
|
3
|
3
|
3
|
13
|
2
|
3
|
4
|
14
|
3
|
2
|
3
|
15
|
3
|
4
|
4
|
Jumlah
|
43
|
49
|
46
|
Rata-rata
|
2,86667
|
3,26667
|
3,06667
|
Parameter Flavor
|
||
1
|
Tidak Enak
|
|
2
|
Sedikit Enak
|
|
3
|
Agak Enak
|
|
4
|
Enak
|
|
5
|
Sangat Enak
|
Keterangan :
Flavor 1. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 1,5%
Flavor 2. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 2%
Flavor 3. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 3%
Pembahasan Parameter Flavor.
Dari hasil pengamatan yang didapat dari 15 panelis
bisa dilihat bahwa Flavor yang paling bagus ada pada sauerkraut kubis dengan
konsentrasi garam 2% (Flavor 2) dengan jumlah 49 dan rata-rata 3,26 yang
menandakan bahwa sauerkraut tersebut memiliki flavor Agak Enak. Dalam hal ini
berarti pengaruh penambahan konsentrasi
garam tidak terlalu berpengaruh pada flavor sauerkraut yang dihasilkan. Pada
proses fermentasi mempunyai karakteristik bau asam, fermentasi sauerkraut yaitu
bau asam bahkan ada yang bau busuk jika ada oksigen, namaun pada sauerkraut
kubis ini flavor dari bau dan pertimbangan rasa yang dihasilkan bagus, sehingga
banyak disukai panelis.
C.
Hasil Pengamatan
Parameter Warna
Panelis
|
Warna 1
|
Warna 2
|
Warna 3
|
1
|
4
|
1
|
2
|
2
|
2
|
4
|
4
|
3
|
3
|
2
|
4
|
4
|
3
|
3
|
4
|
5
|
3
|
3
|
4
|
6
|
2
|
4
|
4
|
7
|
4
|
2
|
5
|
8
|
2
|
2
|
4
|
9
|
3
|
2
|
4
|
10
|
4
|
4
|
4
|
11
|
3
|
3
|
4
|
12
|
2
|
3
|
4
|
13
|
3
|
3
|
3
|
14
|
2
|
2
|
3
|
15
|
3
|
2
|
3
|
Jumlah
|
43
|
40
|
56
|
Rata-rata
|
2,86667
|
2,66667
|
3,73333
|
Parameter Warna
|
||
1
|
Tidak Cerah
|
|
2
|
Sedikit Cerah
|
|
3
|
Agak Cerah
|
|
4
|
Cerah
|
|
5
|
Sangat Cerah
|
|
|
Keterangan :
Warna 1. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 1,5%
Warna 2. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 2%
Warna 3. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 3%
Pembahasan Parameter Warna.
Dari hasil pengamatan yang didapat dari 15 panelis
bisa dilihat bahwa Warna yang paling
bagus ada pada sauerkraut kubis dengan konsentrasi garam 3% (Warna 3) dengan
jumlah 56 dan rata-rata 3,73 yang menandakan bahwa sauerkraut tersebut memiliki
warna cerah. Dalam hal ini berarti pengaruh penambahan konsentrasi garam sangat berpengaruh pada warna
sauerkraut yang dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka warna
sauerkraut kubis akan semakin cerah dan bagus. Warna yang menunjukan bahwa
sauerkraut telah terfermentasi adalah keemasan, awal mulanya kol yang berwarna
hijau akan menjadi putih dan kemudian menjadi berwarna keemasan.
D.
Hasil Pengamatan
Parameter Rasa
Panelis
|
Rasa 1
|
Rasa 2
|
Rasa 3
|
1
|
3
|
4
|
3
|
2
|
3
|
4
|
4
|
3
|
2
|
4
|
4
|
4
|
3
|
4
|
4
|
5
|
2
|
3
|
4
|
6
|
3
|
3
|
2
|
7
|
2
|
2
|
3
|
8
|
3
|
2
|
3
|
9
|
3
|
2
|
4
|
10
|
2
|
3
|
4
|
11
|
2
|
2
|
3
|
12
|
3
|
3
|
4
|
13
|
3
|
3
|
4
|
14
|
3
|
3
|
3
|
15
|
2
|
4
|
4
|
Jumlah
|
39
|
46
|
53
|
Rata-rata
|
2,6
|
3,06667
|
3,53333
|
Parameter Rasa
|
||
1
|
Tidak Asam
|
|
2
|
Sedikit Asam
|
|
3
|
Agak Asam
|
|
4
|
Asam
|
|
5
|
Sangat Asam
|
Keterangan :
Rasa 1. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 1,5%
Rasa 2. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 2%
Rasa 3. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 3%
Pembahasan Parameter Rasa.
Dari hasil pengamatan yang didapat dari 15 panelis
bisa dilihat bahwa Rasa yang paling
bagus ada pada sauerkraut kubis dengan konsentrasi garam 3% (Rasa 3) dengan
jumlah 53 dan rata-rata 3,5 yang menandakan bahwa sauerkraut tersebut memiliki Rasa
Asam. Dalam hal ini berarti pengaruh penambahan
konsentrasi garam sangat berpengaruh pada Rasa sauerkraut yang
dihasilkan. Semakin tinggi konsentrasi garam maka Rasa sauerkraut kubis akan
semakin Asam. Sebagian besar produk hasil fermentasi memiliki cita rasa yang
asam, begitupun dengan sauerkraut. Sauerkraut yang diperoleh memiliki rasa asam
sesuai dengan hasil uji organoleptik sauerkraut. Rasa asam ini dihasilkan oleh
bakteri Leuconostoc mesenteroides. Spesies ini menghasilkan karbondioksida dan
asam yang dengan cepat menurunkan pH sehingga mengambat pertumbuhan mikroba
yang tidak diinginkan dan aktivitas enzim yang dapat menyebabkan pelunakan
sayur-sayuran. Penilaian panelis terhadap rasa sauerkraut bersifat relatif
tergantung pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa sauerkraut.
E.
Hasil Pengamatan
Parameter Kesukaan
Panelis
|
Kesukaan 1
|
Kesukaan 2
|
Kesukaan 3
|
1
|
2
|
2
|
2
|
2
|
1
|
3
|
2
|
3
|
3
|
3
|
3
|
4
|
3
|
4
|
2
|
5
|
3
|
3
|
4
|
6
|
2
|
3
|
2
|
7
|
3
|
2
|
4
|
8
|
2
|
4
|
3
|
9
|
4
|
3
|
3
|
10
|
2
|
4
|
2
|
11
|
3
|
3
|
3
|
12
|
3
|
3
|
5
|
13
|
3
|
3
|
4
|
14
|
3
|
3
|
3
|
15
|
3
|
2
|
2
|
Jumlah
|
40
|
45
|
44
|
Rata-rata
|
2,66667
|
3
|
2,93333
|
Parameter Kesukaan
|
||
1
|
Tidak Suka
|
|
2
|
Sedikit Suka
|
|
3
|
Agak Suka
|
|
4
|
Suka
|
|
5
|
Sangat Suka
|
Keterangan :
Kesukaan 1. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam
1,5%
Kesukaan 2. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 2%
Kesukaan 3. Sauerkraut Kubis, konsentrasi garam 3%
Pembahasan Parameter Kesukaan
Dari hasil pengamatan yang didapat dari 15 panelis
bisa dilihat bahwa Kesukaan yang paling diminati pada sauerkraut kubis dengan
konsentrasi garam 2% (kesukaan 2) dengan jumlah 45 dan rata-rata 3 yang
menandakan bahwa sauerkraut tersebut memiliki Agak Suka.
V.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari praktikum
yang telah kami laksanakan di Laboratorium Teknologi Pertanian Unsoed, kami
dapat mengetahui cara pembuatan sauerkraut. Tidak hanya berbahan dasar kubis
pada umumnya, tetapi bisa juga menggunakan jenis sayuran lain seperti wortel,
sawi dan lobak. Cara pembuatan sauerkraut sendiri prinsipnya adalah terjadi
fermentasi pada sayuran yang sudah diiris dengan penambahan garam sehingga
munculnya bakteri asam laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillus dan Pediococcus
sehingga menghasilkan sayuran yang asam dan lebih tahan lama.
Konsentrasi
garam pada praktikum acara sauerkraut ini adalah 1,5%, 2%, dan 3%. Dan mutu
sensori yang dilakukan oleh 15 panelis mencakup parameter tekstur, warna, rasa,
flavor, dan kesukaan. Dari konsentrasi garam yang berbeda-beda ternyata ada
pengaruh terhadap mutu sauerkraut. Dari data pengamatan kami untuk parameter
tekstur, rasa, dan warna terbaik ada pada sauerkraut dengan konsentrasi garam
3%, tetapi untuk flavor dan kesukaan terbaik ada pada sauerkraut dengan
konsentrasi garam 2%.
B.
Saran
Hal yang perlu diperhatikan dalam fermentasi
sauerkraut adalah kebersihan sayur yang
digunakan, jumlah garam yang ditambahkan, jenis garam yang harusnya tidak
beryodium karena bisa merubah warna sayur, kondisi kedap udara, dan
penyimpanannya setelah selesai difermentasikan. Sayur yang tidak bersih akan
menyebabkan pembusukan. Sayur harus selalu tercelup air dan dicegah dari
kontak dengan udara. Jika tidak akan tumbuh kapang dan khamir Setelah diperam
atau difermentasi, maka sauerkraut harus disimpan dalam suhu rendah atau di
dalam kulkas, agar masa simpannya dapat berlangsung lama.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W. 1999. Pola
Pertumbuhan Produksi Beberapa Jenis Sayuran di
Indonesia. Jurnal Hortikultura 9(2): 258-265
Ali, Nur Berlian Venus, Estu
rahayu dan Hendro Sunarjono. 2003. Wortel Lobak. Jakarta : Penebar Swadaya.
Badan Pusat Statistik. 2000. Survei Pertanian.
Produksi Tanaman Sayuran dan Buahbuahan. Badan Pusat Statistik, Jakarta
Buckle, K. A, R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M.
Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
(Diterjemahkan oleh H, Purnomo dan Adiono).
Dalimunte, S. 1999. Ramuan Tradisional untuk
Pengobatan Kanker, Penebar Swadaya, Jakarta
Direktorat Gizi Departernen Kesehatan R. I. 1981. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta
Edi dan Yusri. 2010. Budidaya Sawi Hijau. Jurnal Agrisistem.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jambi. Jambi.
Fahey, J.W dan Talalay, P. 1999. Purification
and Charactirization of Raphanin. A
nuetral Protease from Raphanus sativus
leaves, food and Chemical Toxicology. India
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff.
1988. Food Microbiology. McGraw.Hill, Inc,New York.
Glasby, J.S. 1992. Encyclopedia of Antibiotic,
3rd.Ed. The John Willey & Son Ltd. New York, USA
Hambali, E., Ani, S,. Wahyu, P,.
1995. Membuat Keripik Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ilhamiyah, Ari, dan Ana Z. 2008.
Studi stabilitas agroekosistem pertanaman sawi yang diberi kompos. Jurnal
Al΄ulum 37(3):1.
Nakamura, Y; Iwahashi, T.A;
Tanak, J; Kautani, T; Matsuo, OS; Sato, K and Ohstuki. 2001. A Principle Antimutagen in Daikon (Raphanus
sativus), Japanese White Radish. J. Agric. Food Chem 49 (12) 5755-5760.
Pracaya. 1987. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya,
Jakarta
Sharma, H. K, et al. 2006. Optimization Of
Pretreatment Conditions Of Carrots To Maximize Juice Recovery By Response
Surface Methodology. Journal of Engineering Science and Technology. School of
Engineering, Taylor’s University College. Vol. 1, No. 2 158- 165
Utama, CS. A. Mulyanto. 2009. Potensi Limbah Pasar
Saytir Menjadi Starter Fermentasi. Jurnal Kesehatan. Universitas Diponegoro
Semarang. Vol.2, No. I
Williams, C. N., J. O.Uzo dan W. T. H. Peregrine.
1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
No comments:
Post a Comment